Pengelolaan BMKN (3)

|


7. Penilaian, Penghapusan, Pemindahtanganan, Penatausahaan.

PENILAIAN

Penilaian barang milik negara/daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat/daerah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara/ daerah. Penetapan nilai barang milik negara/daerah dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat/ daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).

(1) Penilaian barang milik negara berupa tanah dan/ atau bangunan dalam rangka pemanfaatan dan pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh pengelola barang, dan dapat melibatkan penilai independen yang ditetapkan oleh pengelola barang.

(2) Penilaian barang milik negara/ daerah berupa tanah dan/ atau bangunan dalam rangka pemanfaatan dan pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh gubernur/ bupati/walikota, dan dapat melibatkan penilai independen yang ditetapkan oleh gubernur/ bupati/ walikota.

(3) Penilaian barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar, dengan estimasi terendah menggunakan NJOP.

(4) Hasil penilaian barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh:

a. pengelola barang untuk barang milik negara;

b. gubernur /bupati /walikota untuk barang milik daerah

PELAKSANAAN

(1) Penilaian barang milik negara selain tanah dan/ atau bangunan dalam rangka pemanfaatan dan pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh pengguna barang, dan dapat melibatkan penilai independen yang ditetapkan oleh pengguna barang.

(2) Penilaian barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh pengelola barang, dan dapat melibatkan penilai independen yang ditetapkan oleh pengelola barang.

(3) Penilaian barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar.

(4) Hasil penilaian barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh:

a. pengguna barang untuk barang milik negara;

b. pengelola barang untuk barang milik daerah.

PENGHAPUSAN

Penghapusan barang milik negara/daerah meliputi:

a. penghapusan dari daftar barang pengguna dan/atau kuasa pengguna;

b. penghapusan dari daftar barang milik negara/daerah.

(1) Penghapusan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 huruf (a), dilakukan dalam hal barang milik negara/daerah dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang;

(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan surat keutusan penghapusan dari:

a. pengguna barang setelah mendapat persetujuan dari pengelola barang untuk barang milik negara;

b. pengguna barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/ walikota atas usul pengelola barang untuk barang milik daerah.

(3) Pelaksanaan atas penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya dilaporkan kepada pengelola barang.

Penghapusan diikuti dengan pemusnahan :

(1) Penghapusan barang milik negara/daerah dari daftar barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 huruf b dilakukan dalam hal barang milik negara/daerah di maksud sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau karena sebab-sebab lain.

(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan surat keputusan penghapusan dari:

a. pengelola barang untuk barang milik negara;

b. pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/ walikota untuk barang milik daerah.

Persyaratan Penghapusan diikuti dengan pemusnahan :

(1) Penghapusan barang milik negara/daerah dengan tindak lanjut pemusnahan dilakukan apabila barang milik negara/ daerah dimaksud:

a. tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan tidak dapat dipindahtangankan; atau

b. alasan lain sesuai ketentuan perundang-undangan.

(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:

a. pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang untuk barang miliki negara;

b. pengguna barang dengan surat keputusan dari pengelola barang setelah mendapat persetujuan ubernur/ bupati/walikota untuk barang milik daerah.

(3) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam berita acara dan dilaporkan kepada pengelola barang.

PEMINDAHTANGANAN

Bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai tidak lanjut atas penghapusan barang milik negara/daerah meliputi:

a. penjualan;

b. tukar-menukar;

c. hibah;

d. penyertaan modal pemerintah pusat/daerah.

(1) Pemindahtanganan barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 untuk:

a. tanah dan/atau bangunan;

b. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR.

(2) Pemindahtanganan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 untuk:

a. tanah dan/atau bangunan;

b. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), dilakukan setelah mendapat persetujuan DPRD.

(3) Pemindahtanganan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a tidak memerlukan persetujuan DPR/DPRD, apabila:

a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;

b. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran;

c. diperuntukkan bagi pegawai negeri;

d. diperuntukkan bagi kepentingan umum;

e. dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan, yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.

Proses Perolehan Persetujuan :

(1) Usul untuk memperoleh persetujuan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) diajukan oleh pengelola barang.

(2) Usul untuk memperoleh persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) diajukan oleh gubernur/bupati/walikota.

Pelaksanaan Pemindahtanganan :

(1) Pemindahtanganan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. untuk tanah dan/atau bangunan yang bernilai di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Presiden;

b. untuk tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh pengelola barang;

(2) Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) dilakukan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.

Pemindahtanganan untuk selain tanah dan bangunan :

(1) Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.

(2) Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan Presiden;

(3) Usul untuk memperoleh persetujuan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh pengelola barang.

Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota.

PENJUALAN

Barang

(1) Penjualan barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:

a. untuk optimalisasi barang milik negara yang berlebih atau idle;

b. secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara apabila dijual;

c. sebagai pelaksanaan ketentuan perundang-udangan yang berlaku.

(2) Penjualan barang milik negara/daerah dilakukan secara lelang,kecuali dalam hal-hal tertentu.

(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. barang milik negara/daerah yang bersifat khusus;

b. barang milik negara/daerah lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh pengelola barang.

Tanah dan Bangunan

(1) Penjualan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh:

a. pengelola barang untuk barang milik negara;

b. pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.

(2) Penjualan barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh:

a. pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang untuk barang milik negara;

b. pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.

Selain Barang, Tanah dan Bangunan

(1) Penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf (a) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. kuasa pengguna barang mengajukan usul kepada pengguna barang untuk diteliti dan dikaji;

b. pengguna barang mengajukan usul penjualan kepada pengelola barang;

c. pengelola barang meneliti dan mengkaji usul penjualan yang diajukan oleh pengguna barang sesuai dengan kewenangannya;

d. pengelola barang mengeluarkan keputusan untuk menyetujui atau tidak menyetujui usulan penjualan yang diajukan oleh pengguna barang dalam batas kewenangannya;

e. untuk penjualan yang memerlukan persetujuan Presiden atau DPR, pengelola barang mengajukan usul penjualan disertai dengan pertimbangan atas usulan dimaksud;

f. penerbitan persetujuan pelaksanaan oleh pengelola barang untuk penjualan sebagaimana dimaksud pada butir e dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden atau DPR.

(2) Penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf b dilakukan denagn ketentuan sebagai berikut:

a. pengguna barang mengajukan usul penjualan kepada pengelola barang;

b. pengelola barang meneliti dan mengkaji usul penjualan yang diajukan oleh pengguna barang sesuai dengan kewenangannya;

c. pengelola barang mengeluarkan keputusan untuk menyetujui atau tidak menyetujui usulan penjualan yang diajukan oleh pengguna barang dalam batas kewenangannya;

d. untuk penjualan yang memerlukan persetujuan gubernur/bupati/walikota atau DPRD, pengelola barang mengajukan usul penjualan disertai dengan pertimbangan atas usulan dimaksud.

(3) Penerbitan persetujuan pelaksanaan oleh pengelola barang untuk penjualan sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota atau DPRD.

(4) Hasil penjualan barang milik negara/daerah wajib disetor seluruhnya ke rekening kas umum negara/daerah sebagai penerimaan negara/daerah.

TUKAR MENUKAR (ruistlaag)

(1) Tukar menukar barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:

a. untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintahan;

b. untuk optimalisasi barang milik negara/daerah; dan

c. tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.

(2) Tukar menukar barang milik negara dapat dilakukan dengan pihak:

a. pemerintah daerah;

b. badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum milik pemerintah lainnya;

c. swasta.

(3) Tukar menukar barang milik daerah dapat dilakukan dengan pihak:

a. pemerintah pusat;

b. badan usaha milik negara/daerah atau badan hukum milik pemerintah lainnya;

c. swasta.

WUJUD TUKAR MENUKAR

(1) Tukar menukar barang milik negara/daerah dapat berupa:

a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada pengelola barang untuk barang milik negara dan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah;

b. tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang tetapi tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;

c. barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan.

(2) Penetapan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh:

a. pengelola barang untuk barang milik negara;

b.gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah, sesuai batas kewenangannya.

(3) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:

a. pengelola barang untuk barang milik negara;

b. pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.

(4) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh:

a. pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang untuk barang milik negara;

b. pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.

(5) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.

(1) Tukar menukar barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. pengelola barang mengkaji perlunya tukar menukar tanah dan/atau bangunan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;

b. pengelola barang menetapkan tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan sesuai batas kewenangannya;

c. tukar menukar tanah dan/atau bangunan dilaksanakan melalui proses persetujuan dengan berpedomam pada ketentuan pada Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (1);

d. pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.

(2) Tukar menukar barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf b dan c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. pengguna barang mengajukan usulan kepada pengelola barang disertai alasan/pertimbangan, kelengkapan data, data hasil pengkajian tim intern instansi pengguna barang;

b. penegelola barang meneliti dan mengkaji alasan/pertimbangan tersebut dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;

c. apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai dengan batas kewenangannya;

d. pengguna barang melaksanakan tukar menukar dengan berpedoman pada persrtujuan pengelola barang;

e. pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.

(1) Tukar menukar barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf a dan b dilaksanakan dengan ketentuan sebagaimana berikut:

a. pengelola barang mengajukan usul tukar menukar tanah dan/atau bangunan kepada gubernur/bupati/walikota disertai alasan/pertimbangan, dan kelengkapan data;

b. gubernur/bupati/walikota meneliti dan mengkaji alasan.pertimbangan perlunya tukar menukar tanah dan/atau bangunan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;

c. apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, gubernur/bupati/walikota dapat mempertimbangkan untuk menyetujui dan menetapkan tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan;

d. tukar menukar tanah dan/atau bangunan dilaksanakan melalui proses persetujuan dengan berpedoman pada kententuan pada Pasal 46 ayat (2) dan Pasal 48 ayat (2);

e. pengelola barang melaksanakan tukar menukar dengan berpedoman pada persetujuan gubernur/bupati/walikota;

f. pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.

(2) Tukar menukar barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) buruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. pengguna barang mengajukan usulan kepada pengelola barang disertai alasan/pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi pengguna barang;

b. pengelola barang meneliti dan mengkaji alasan/pertimbangan tersebut dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;

c. apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenangannya;

d. pengguna barang melaksanakan tukar-menukar dengan berpedoman pada persetujuan pengelola barang;

e. pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.

HIBAH

(1) Hibah barang milik negara/daerah dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah.

(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. bukan merupakan barang rahasia negara;

b. bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak;

c. tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi dan penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah.

WUJUD HIBAH

(1) Hibah barang milk negara/daerah dapat berupa:

a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada pengelola barang untuk barang milik negara dan ubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah;

b. tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran;

c. barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan.

(2) Penetapan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh:

a. pengelola barang untuk barang milik negara;

b. gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah, sesuai batas kewenangannya.

(3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:

a. pengelola barang untuk barang milik negara;

b. pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.

(4) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat 91) huruf b dilaksanakan oleh:

a. pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang untuk barang milik negara;

b. pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/bupati/walikota untuk barang milik daerah.

(5) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.

(1) Hibah barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. pengelola barang mengkaji perlunya hibah berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58;

b. pengelola barang menetapkan tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan sesuai batas kewenangannya;

c. proses persetujuan hibah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (1);

d. pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.

(2) Hibah barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf b dan c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. pengguna barang mengajukan usulan kepada pengelola barang disertai dengan alasan/pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi pengguna barang;

b. pengelola barang meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58;

c. apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenangannya;

d. pengguna barang melaksanakan hibah dengan berpedoman pada persetujuan pengelola barang;

e. pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang. Pasal 61

(1) Hibah barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf a dan b dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. pengelola barang mengajukan usul hibah tanah dan/atau bangunan kepada gubernur/bupati/walikota disertai dengan alasan/pertimbangan, dan kelengkapan data;

b. gubernur/bupati/walikota meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 58;

c. apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, gubernur/bupati/walikota dapat mempertimbangkan untuk menetapkan dan/atau menyetujui tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan;

d. proses persetujuan hibah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 46 ayat (2) dan Pasal 48 ayat (2);

e. pengelola barang melaksanakan hibah dengan berpedoman pada persetujuan Gubernur/bupati/walikota;

f. pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.

(2) Hibah barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. pengguna barang mengajukan usulan kepada Pengelola Barang disertai alas an/pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi pengguna barang;

b. pengelola barang meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam

c. apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenangannya;

d. pengguna barang melaksanakan hibah dengan berpedoman pada persetujuan pengelola barang;

e. pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam acara serah terima barang.

PENATAUSAHAAN

Pembukuan

(1) Kuasa pengguna barang/pengguna barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik negara/daerah ke dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP)/Daftar Barang Pengguna (DBP) menurut penggolongan dan kodefikasi barang.

(2) Pengelola barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam Daftar Barang Milik Negara/Daerah (DBMN/D) menurut penggolongan barang dan kodefikasi barang.

(3) Penggolongan dan kodefikasi barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

(4) Penggolongan dan kodefikasi barang daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan Menteri Keuangan.(Pasal 67)

Penyimpanan

(1) Kuasa pengguna barang/pengguna barang harus menyimpan dokumen kepemilikan barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya.

(2) Pengelola barang harus menyimpan dokumen kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang berada dalam pengelolaannya. (Pasal 68)

Inventarisasi

(1) Pengguna barang melakukan inventarisasi barang milik negara/daerah sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun.

(2) Dikecualikan dari ketentuan ayat (1), terhadap barang milik negara/daerah yang berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, pengguna barang melakukan inventarisasi setiap tahun.

(3) Pengguna barang menyampaikan laporan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada pengelola barang selambat-lambatnya tiga bulan setelah selesainya inventarisasi.(Pasal 69)

Ketentuan inventarisasi :

Pengelola barang melakukan inventarisasi barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun. (Pasal 70) Pelaporan

(1) Kuasa pengguna barang harus menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) untuk disampaikan kepada pengguna barang.

(2) Pengguna barang harus menyusun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) untuk disampaikan kepada pengelola barang.

(3) Pengelola barang harus menyusun Laporan Barang Milik Negara/Daerah (LBMN/D) berupa tanah dan/atau bangunan semesteran dan tahunan.

(4) Pengelola barang harus menghimpun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta Laporan Barang Milik Negara/Daerah (LBMN/D) berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Pengelola barang harus menyusun Laporan Barang Milik Negara/Daerah (LBMN/D) berdasarkan hasil penghimpun-an laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).(Pasal 71).

Bahan pembuatan NERACA

Laporan Barang Milik Negara/Daerah (LBMN/D) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (5) digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah pusat/daerah. (Pasal 72)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik Negara diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.(Pasal 73

8. Pengendalian dan Pengawasan serta Pembinaan

PENGENDALIAN

(1) Pengguna barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada di bawah penguasaannya.

(2) Pelaksanaan pemantauan dan penertiban sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) untuk kantor/satuan kerja dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang.

(3) Kuasa pengguna barang dan pengguna barang dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4) Kuasa pengguna barang dan pengguna barang menindaklanjuti hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai ketentuan perundang-undangan.(Pasal 75).

PENGAWASAN

(1) Pengelola barang berwenang untuk melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah, dalam rangka penertiban penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah sesuai ketentuan yang berlaku.

(2) Sebagai tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelola barang dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk melakukan audit atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara/daerah.

(3) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada pengelola barang untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan. (Pasal 76)

PEMBINAAN

(1) Menteri Keuangan menetapkan kebijakan umum pengelolaan barang milik negara/daerah.

(2) Menteri Keuangan menetapkan kebijakan teknis dan melakukan pembinaan pengelolaan barang milik negara.

(3) Menteri Dalam Negeri menetapkan kebijakan teknis dan melakukan pembinaan pengelolaan barang milik daerah sesuai dengan kebijakan sebagaimana ayat (1).

9. GANTI RUGI dan SANKSI

(1) Setiap kerugian negara/daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan/pelanggaran hukum atas pengelolaan barang milik negara/daerah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundangundangan.

(2) Setiap pihak yang mengakibatkan kerugian negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

0 komentar:

Posting Komentar