Badan Layanan Umum

|


1. STANDAR DAN TARIF LAYANAN

1.1. STANDAR LAYANAN :

(1) Instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri /pimpinan lembara /gubernur/ bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Standar pelayanan minimum sebagaimana dimaksud pada nomor (1) dapat diusulkan oleh instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU.

(3) Standar pelayanan minimum sebagaimana dimaksud pada nomor (1) dan nomor (2) harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan.

1.2. TARIF LAYANAN :

(1) BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan.

(2) Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada nomor (1) ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana.

(3) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada nomor (2) diusulkan oleh BLU kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya.

(4) Usul tarif layanan dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sebagaimana dimaksud pada nomor (3) selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya.

(5) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada nomor (3) dan nomor (4) harus mempertimbangkan:

a. kontinuitas dan pengembangan layanan;

b. daya beli masyarakat;

c. asas keadilan dan kepatutan; dan

d. kompetisi yang sehat.

2. PENGELOLAAN KEUANGAN BLU

1. Perencanaan dan Penganggaran

1.1. Perencanaan

(1). BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

(2). BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis sebagaimana dimaksud pada nomor (1).

(3). RBA sebagaimana dimaksud pada nomor (2) disusun berdasarkan basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya.

(4). RBA BLU disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan APBN/APBD.

1.2. Penganggaran

(1) BLU mengajukan RBA kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk dibahas sebagai bagian dari RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD.

(2) RBA sebagaimana dimaksud pada nomor (1) disertai dengan usulan standar pelayanan minimum dan biaya dari keluaran yang akan dihasilkan.

(3) RBA BLU yang telah disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD diajukan kepada Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, sebagai bagian RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD.

(4) Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, mengkaji kembali standar biaya dan anggaran BLU dalam rangka pemrosesan RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN/APBD.

(5) BLU menggunakan APBN/APBD yang telah ditetapkan sebagai dasar penyesuaian terhadap RBA menjadi RBA definitif.

2. Dokumen Pelaksanaan Anggaran BLU (DIPA/DPA)

(1) RBA BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 nomor (5) PP No.23 Tahun 2005 digunakan sebagai acuan dalam menyusun dokumen pelaksanaan anggaran BLU untuk diajukan kepada Menteri Keuangan/PPKD sesuai dengan kewenangannya.

(2) Dokumen pelaksanaan anggaran BLU sebagaimana dimaksud pada nomor (1) paling sedikit mencakup seluruh pendapatan dan belanja, proyeksi arus kas, serta jumlah dan kualitas jasa dan/atau barang yang akan dihasilkan oleh BLU.

(3) Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU paling lambat tanggal 31 Desember menjelang awal tahun anggaran.

(4) Dalam hal dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada nomor (3) belum disahkan oleh Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, BLU dapat melakukan pengeluaran paling tinggi sebesar angka dokumen pelaksanaan anggaran tahun lalu.

(5) Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan/PPKD sebagaimana dimaksud pada nomor (3) menjadi lampiran dari perjanjian kinerja (semacam “Petunjuk Operasional/PO-BLU”) yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembara/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, dengan pimpinan BLU yang bersangkutan.

(6) Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, sebagaimana dimaksud pada nomor (3) menjadi dasar bagi penarikan dana yang bersumber dari APBN/APBD oleh BLU.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan, pengajuan, penetapan, perubahan RBA dan dokumen pelaksanaan anggaran BLU diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

3. Pendapatan dan Belanja

3.1. Pendapatan

(1) Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD diberlakukan sebagai pendapatan BLU.

(2) Pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat dan hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan operasional BLU.

(3) Hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan yang harus diperlakukan sesuai dengan peruntukan.

(4) Hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya merupakan pendapatan bagi BLU.

(5) Pendapatan sebagaimana dimaksud pada nomor (1), nomor (2), dan nomor (4) dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 PP No. 23 Tahun 2005.

(6) Pendapatan sebagaimana dimaksud pada nomor (2), nomor (3), dan nomor (4) dilaporkan sebagai pendapatan negara bukan pajak(PNBP) kementerian/lembaga atau pendapatan bukan pajak pemerintah daerah.

3.2. Belanja

(1) Belanja BLU terdiri dari unsur biaya yang sesuai dengan struktur biaya yang dituangkan dalam RBA definitif.

(2) Pengelolaan belanja BLU diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, mengikuti praktek bisnis yang sehat.

(3) Fleksibilitas pengelolaan belanja sebagaimana dimaksud pada nomor (2) berlaku dalam ambang batas sesuai dengan yang ditetapkan dalam RBA.

(4) Belanja BLU yang melampaui ambang batas fleksibilitas sebagaimana dimaksud pada nomor (3) harus mendapat persetujuan Menteri Keuangan /gubernur /bupati/ walikota atas usulan menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya.

(5) Dalam hal terjadi kekurangan anggaran, BLU dapat mengajukan usulan tambahan anggaran dari APBN/APBD kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya.

(6) Belanja BLU dilaporkan sebagai belanja barang dan jasa kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.

4. Pengelolaan Kas

(1) Dalam rangka pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut:

a. merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas;

b. melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan;

c. menyimpan kas dan mengelola rekening bank;

d. melakukan pembayaran;

e. mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan

f. memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.

(2) Pengelolaan kas BLU dilaksanakan berdasarkan praktek bisnis yang sehat.

(3) Penarikan dana yang bersumber dari APBN/APBD dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Rekening bank sebagaimana dimaksud pada nomor (1) huruf c dibuka oleh pimpinan BLU pada bank umum.

(5) Pemanfaatan surplus kas sebagaimana dimaksud pada nomor (1) huruf f dilakukan sebagai investasi jangka pendek pada instrumen keuangan dengan risiko rendah.

5. Pengelolaan Piutang dan Utang

5.1. Pengelolaan Piutang

(1) BLU dapat memberikan piutang sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, dan/atau transaksi lainnya yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan BLU.

(2) Piutang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.

(3) Piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat yang berwenang, yang nilainya ditetapkan secara berjenjang.

(4) Kewenangan penghapusan piutang secara berjenjang sebagaimana dimaksud pada nomor (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5.2. Pengelolaan Utang

(1) BLU dapat memiliki utang sehubungan dengan kegiatan operasional dan/atau perikatan peminjaman dengan pihak lain.

(2) Utang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat.

(3) Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka pendek ditujukan hanya untuk belanja operasional.

(4) Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka panjang ditujukan hanya untuk belanja modal.

(5) Perikatan peminjaman dilakukan oleh pejabat yang berwenang secara berjenjang berdasarkan nilai pinjaman.

(6) Kewenangan peminjaman sebagaimana dimaksud pada nomor (5) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota.

(7) Pembayaran kembali utang sebagaimana dimaksud pada nomor (1) merupakan tanggung jawab BLU.

(8) Hak tagih atas utang BLU menjadi kadaluarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang.

6. Investasi

(1) BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Keuntungan yang diperoleh dari investasi jangka panjang merupakan pendapatan BLU.

7. Pengelolaan Barang

7.1. PENGADAAN

(1) Pengadaan barang/jasa oleh BLU dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat.

(2) Kewenangan pengadaaan barang/jasa sebagaimana dimaksud pada nomor (1) diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai yang diatur dalam Peraturan MenteriKeuangan/gubernur/bupati/walikota.

7.2. PENGELOLAAN

(1) Barang inventaris milik BLU dapat dialihkan kepada pihak lain dan/atau dihapuskan berdasarkan pertimbangan ekonomis.

(2) Pengalihan kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada nomor (1) dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, atau dihibahkan.

(3) Penerimaan hasil penjualan barang inventaris sebagai akibat dari pengalihan sebagaimana dimaksud pada nomor (2) merupakan pendapatan BLU.

(4) Pengalihan dan/atau penghapusan barang inventaris sebagaimana dimaksud pada nomor (1), nomor (2), dan nomor (3) dilaporkan kepada menteri/ pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait.

(5) BLU tidak dapat mengalihkan dan/atau menghapus aset tetap, kecuali atas persetujuan pejabat yang berwenang.

(6) Kewenangan pengalihan dan/atau penghapusan aset tetap sebagaimana dimaksud pada nomor (1) diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai dan jenis barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7) Penerimaan hasil penjualan aset tetap sebagai akibat dari pengalihan sebagaimana dimaksud pada nomor (2) merupakan pendapatan BLU.

(8) Pengalihan dan/atau penghapusan aset tetap sebagaimana dimaksud pada nomor (2) dan nomor (3) dilaporkan kepada mnteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait.

(9) Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan tugas pokok dan fungsi BLU harus mendapat persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(10). Tanah dan bangunan BLU disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan.

(11). Tanah dan bangunan yang tidak digunakan BLU untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya dapat dialihgunakan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait dengan persetujuan Menteri Keuangan /gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

8. Penyelesaian Kerugian Setiap kerugian negara/daerah pada BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelesaian kerugian negara/daerah.

9. Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan

9.1. SISTEM INFORMASI BLU menerapkan sistem informasi manajemen keuangan sesuai dengan kebutuhan dan praktek bisnis yang sehat.

9.2. Sistem Akuntansi

(1) Setiap transaksi keuangan BLU harus diakuntansikan dan dokumen pendukungnya dikelola secara tertib.

(2) Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah yang diterbitkan oleh Asosiasi profesi akuntansi Indonesia.

(3) Dalam hal tidak terdapat standar akuntansi sebagaimana dimaksud pada nomor (2), BLU dapat menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

(4) BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembara/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

9.3. PELAPORAN

(1) Laporan keuangan BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 nomor (2) PP No. 23 Tahun 2005, setidak-tidaknya meliputi laporan realisasi anggaran/laporan operasional, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan mengenai kinerja.

(2) Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan oleh BLU dikonsolidasikan dalam laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada nomor (1).

(3) Lembar muka laporan keuangan unit-unit usaha sebagaimana dimaksud pada nomor (2) dimuat sebagai lampiran laporan keuangan BLU.

(4) Laporan keuangan BLU sebagaimana dimaksud pada nomor (1) disampaikan secara berkala kepada menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, untuk dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.

(5) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada nomor (1) disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD serta kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, paling lambat 1 (satu) bulan setelah periode pelaporan berakhir.

(6) Laporan keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan pertanggungjawaban keuangan kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.

(7) Penggabungan laporan keuangan BLU pada laporan keuangan kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah dilakukan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

(8) Laporan pertanggungjawaban keuangan BLU diaudit oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

10. Akuntabilitas Kinerja

(1) Pimpinan BLU bertanggungjawab terhadap kinerja operasional BLU sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan dalam RBA.

(2) Pimpinan BLU mengihktisarkan dan melaporkan kinerja operasional BLU secara terintegrasi dengan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 nomor (1)PP Nomor 23 Tahun 2005.

11. Surplus dan Defisit

11.1. SURPLUS Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLU.

11.2. DEFISIT

(1) Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya.

(2) Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya dapat mengajukan anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBN/APBD tahun anggaran berikutnya.

0 komentar:

Posting Komentar